BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Defeninsi Radionuklida
Radionuklida
atau radioisotop adalah isotop
dari zat radioaktif.
Radioisotop
adalah isotop dari zat radioaktif mampu memancarkan radiasi radionuklida
dapat terjadi secara alamiah atau sengaja di buat oleh manuisa dalam reactor
penelitian, produksi radionuklida dengan proses aktivitas dilakukan dengan cara
menembaki isotop stabil dengan neutron di dalam sedangkan bahan yang disinari
disebut target atau sasaran neutron yang di tembakkan akan masuk ke dalam inti
atom target sehingga jumlah neutron dalam inti target bertambah ,peristiwa ini
dapat mengakibatkan ketidaksetabilan inti atom sehingga berubah sifat
menjadi radiaktif.
Radionuklida
mampu memancarkan radiasi.
Radionuklida dapat terjadi secara alamiah atau sengaja dibuat oleh manusia
dalam reaktor
penelitian. Produksi radionuklida dengan proses aktivasi dilakukan dengan cara
menembaki isotop stabil dengan neutron
di dalam teras reaktor. Radionuklida terdiri atas 2 jenis:
1.2. Jenis Radionuklida
1.2.1.
Radionuklida Alami
Berdasarkan
sumbernya, radionuklida alam secara garis besar dapat dibagi dalam dua jenis.
Yang pertama adalah radionuklida primordial, yang ada di kerak bumi sejak
terbentuknya alam semesta, dan yang kedua adalah radionuklida kosmogenik yang
terjadi akibat interaksi antara radiasi kosmik dengan udara. Selain dua jenis
tersebut, terdapat radionuklida yang muncul karena peluruhan spontan nuklida
dapat belah atau karena reaksi inti tangkapan neutron dari radiasi kosmik, dan
ada juga radionuklida punah yang sekarang tidak ada lagi karena umur paruhnya
yang pendek, tetapi karena secara kuantitas sangat sedikit maka dapat
diabaikan.
a. Radionuklida
Primordial
Di dalam radionuklida primordial
terdapat radionuklida yang membentuk deret radionuklida maupun yang tidak
membentuk deret. Di antara radionuklida yang tidak membentuk deret terdapat kalium-40
(K-40) dengan umur paro 1,27 milyar tahun, rubidium-87 (Rb-87) dengan umur
paruh 47,5 milyar tahun dan sekitar 10 nuklida lain yang memiliki umur paruh
lebih dari 10 milyar tahun. Dari radionuklida tersebut, yang merupakan sumber
radiasi alam yang patut diperhitungkan hanyalah K-40 dan Rb-87. Radionuklida
alam yang membentuk deret adalah nuklida deret thorium dengan induk thorium-232
(Th- 232) dengan umur paro 14 milyar tahun, radionuklida deret actinium dengan
induk uranium-238 (U-238) dengan umur paro 700 juta tahun. Nomor massa
deret-deret tersebut dapat dinyatakan masing-masing dengan 4n, 4n+2, 4n-3 (n
adalah bilangan bulat). Deret neptunium yang dinyatakan dengan 4n+1 dengan
induk neptunium-237 (Np-237) dengan umur paro 2,14 juta tahun, saat ini tidak
ada lagi di alam karena umur paronya yang pendek.
b. Nuklida
Kosmogenik
Terdapat
berbagai nuklida yang termasuk nuklida kosmogenik, yang utama antara lain
tritium (H-3), berilium-7 (Be-7), carbon-14 (C-14), dan natrium-22 (Na-22).
Selain itu terdapat juga berilium-10 (Be-10, umur paro 2,5 juta tahun),
silikon-32 (Si-32, umur paro 500 tahun), phospor-32 (P-32;umur paro 14,3 hari),
phospor-33 (P-33, umur paro 25 hari), sulfur-35 (S-35, umur paro 87 hari); dan
chlor-36 (Cl-36; umur paro 310 ribu tahun).
1.2.2. Radionuklida
buatan
Radionuklida buatan adalah radionuklida yang terbentuk karena dibuat oleh manusia.Radionuklida buatan dihasilkan dari
pemanfaatan energi nuklir untuk tujuan damai maupun militer. Di bawah ini akan
dibahas jumlah radionuklida akibat pembangkitan listrik tenaga nuklir maupun
percobaan nuklir. Radionuklida buatan dapat dikelompokkan menjadi radionuklida
yang muncul karena pembangkitan listrik tenaga nuklir, radionuklida yang
diproduksi untuk kedokteran, industri, ataupun radionuklida yang muncul akibat
percobaan nuklir. Bahan radioaktif adalah bahan yang memancarkan radiasi a, b,
g atau neutron. Pada tabel susunan berkala, dapat dilihat unsur yang
memancarkan radiasi yang disebut unsur radioaktif, ataupun yang tidak
memancarkan radiasi yang disebut unsur stabil. Sebagai contoh, yodium dengan
nomor massa 129 atau 131 sampai 135 adalah unsur radioaktif. Unsur radioaktif
disebut juga radionuklida. Di bawah ini akan ditunjukkan jumlah radioisotop
alam dan buatan, dan kemudian akan ditunjukkan juga dosis yang diterima manusia
dari radionuklida.
BAB II
ISI
2.1. Sejarah Perkembangan Radioisotop Dalam Bidang
Kedokteran
Penggunaan isotop radioaktif dalam
biologi dan kedokteran sebenarnya telah dimulai pada tahun 1901 oleh Henri
DANLOS yang menggunakan radium untuk pengobatan penyakit tuberculosis pada
kulit, namun penerapan teknik perunut dengan menggunakan radioisotop dalam
biologi dan kedokteran dipelopori oleh George de HEVESY pada tahun 1920an,
waktu itu digunakan radioisotop alamiah. Dalam perkembangan selanjutnya
digunakan radioisotop buatan. sehingga pada tahun 1943 George Hevesy
mendapat hadiah Nobel di bidang Kimia. Radionuklida pertama yang
digunakan secara luas dalam kedokteran nuklir adalah I-131, yang
ditemukan oleh Glenn Seaborg pada tahun 1937.
Pertama kali I-131 digunakan
sebagai indikator fungsi kelenjar tiroid dengan jalan mendeteksi sinar
yang diemisikan, dengan pencacah Geiger yang ditempatkan di dekat kelenjar
tiroid. Diikuti dengan pemakaiannya untuk pengobatan hipertiroid pada tahun
1940. Penemuan Seaborg berikutnya yaitu radionuklida Tc-99m dan Co-60, yang
merupakan tonggak sejarah di bidang Kedokteran Nuklir. Berkat jasanya tersebut,
Seaborg mendapat hadiah Nobel untuk bidang Kimia pada tahun 1951. Pada periode
berikutnya, kedokteran nuklir berkembang pesat setelah ditemukan kamera gamma
oleh Hal Anger pada tahun 1958. Alat tersebut mampu mendeteksi distribusi foton
yang dipancarkan dari dalam tubuh, yang dapat menggambarkan fungsi suatu organ.
Metode ini disebut imaging nuklir, yang digunakan untuk diagnosis in
vivo.
2.2. Perkembangan Radioisotop Di Indonesia
Aplikasi teknik nuklir dalam bidang kedokteran
di Indonesia telah dilakukan sejak akhir 1960an, yaitu setelah reaktor atom
Indonesia yang pertama mulai beroperasi di Bandung. Beberapa tenaga ahli
Indonesia dibantu oleh ahli dari luar negeri mulai merintis pendirian suatu
unit kedokteran nuklir di Pusat Reaktor Atom Bandung (sekarang bernama Pusat
Penelitian Teknik Nuklir). Pada masa-masa awal, berbagai kendala menghadang
perkembangan kedokteran nuklir di Indonesia seperti misalnya langkanya tenaga
ahli, masalah pengadaan radiofarmaka/radioisotop, biaya pemeriksaan yang
dianggap mahal, belum dikenal oleh masyarakat luas. Berapa sebenarnya jumlah
unit kedokteran nuklir yang dibutuhkan di suatu negara adalah sangat bervariasi
tergantung tingkat kemajuan teknologinya, sosial ekonomi masyarakat di negara
itu, prioritasnya di sektor kesehatan.
Kedokteran nuklir ini merupakan
salah satu cabang ilmu kedokteran yang memanfaatkan materi radioaktif untuk
menegakkan diagnosis dan mengobati penderita serta mempelajari penyakit manula.
Bidang kedokteran nuklir laksana sebuah segitiga dengan radiofarmaka,
instrument, dan masalah biomedik sebagai sisi-sisinya, serta penderita
ditengahnya. Kedokteran nuklir menggunakan sumber radiasi terbuka berasal dari
disintegrasi inti radionuklida buatan untuk mempelajari perubahan fisiologi,
anatomi, dan biokimia, sehingga dapat digunakan untuk tujuan diagnostik,
terapi, dan penelitian kedokteran. Dalam bidang
kedokteran, radiasi pengion
digunakan untuk diagnosis dan pengobatan (terapi). Pemakaian sinar-X untuk
memeriksa pasien disebut radiologi diagnostik,
jika radiasi digunakan untuk mengobati pasien, prosedurnya disebut radioterapi,
sedang pemakaian obat-obatan yang mengandung bahan radioaktif,
baik untuk keperluan diagnosis maupun terapi, disebut kedokteran nuklir.
Dosis efektif rata-rata yang berasal dari bidang kedokteran ini sekitar 0,4 mSv
(40 mrem) per tahun.
2.3. Jenis-jenis radioisotop dalam bidang kedokteran
· Teknetum-99 (Tc-99) yang disuntikkan kedalam pembuluh
darah akan akan diserap terutama oleh jaringan yang rusak pada organ tertentu,
seperti jantung, hati dan paru-paru. Sebaliknya, TI-201 terutama akan diserap
oleh jaringan sehat pada organ jantung. Oleh karena itu, kedua radioisotop itu
digunakan bersama-sama untuk mendeteksi kerusakan jantung.
· Iodin-131(I-131)diserap terutama oleh kelenjar
gondok, hati dan bagian-bagian tertentu dari otak.Oleh karena itu,I-131dapat digunakan untuk mendeteksi kerusakan
pada kelenjar gondok, hati, dan untuk mendeteksi tumor otak.
· Iodin-123 (I-123) adalah radioisotop lain dari Iodin.
I-123 yang memancarkan sinar gamma yang digunakan untuk mendeteksi penyakit
otak.
· Natrium-24 (Na-24) digunakan untuk
mendeteksi adanya gangguan peredaran darah. Larutan NaCl yang tersusun atas
Na-24 dan Cl yang stabil disuntikkan ke dalam darah dan aliran darah dapat
diikuti dengan mendeteksi sinar yang dipancarkan, sehingga dapat diketahui jika
terjadi penyumbatan aliran darah.
·
Xenon-133 (Xe-133)digunakan untuk
mendeteksi penyakit paru-paru.
· Phospor-32 (P-32) digunakan untuk
mendeteksi penyakit mata, tumor, dan lain-lain. Serta dapat pula
mengobati penyakit polycythemia rubavera, yaitu pembentukan sel darah merah
yang berlebihan. Dalam penggunaanya isotop P-32
disuntikkan ke dalam tubuh sehingga radiasinya yang memancarkan sinar beta
dapat menghambat pembentujan sel darah merah pada sum-sum tulang belakang.
·
Sr-85 untuk mendeteksi penyakit pada tulang.
·
Se-75 untuk mendeteksi penyakit pankreas.
·
Kobalt-60 (Co-60) sumber radiasi gamma untuk terapi
tumor dan kanker. Karena sel kanker lebih sensitif (lebih mudah rusak) terhadap
radiasi radioisotop daripada sel normal, maka penggunakan radioisotop untuk
membunuh sel kanker dengan mengatur arah dan dosis radiasi.
· Kobalt-60
(Co-60) dan Skandium-137 (Cs-137), radiasinya digunakan untuk
sterilisasi alat-alat medis.
· Pu-238 energi listrik dari alat pacu
jantung.
· Fe-59 Mempelajari
pembentukan sel darah merah.
· Cr-51 Mendeteksi kerusakan limpa.
· Ga-67 Memeriksa kerusakan getah bening.
· C-14 Mendeteksi diabetes dan anemia.
· Ferum-59 (Fe-59) dapat digunakan untuk mempelajari dan mengukur laju
pembentukan sel darah merah dalam tubuh dan untuk menentukan apakah zat besi
dalam makanan dapat digunakan dengan baik oleh tubuh.
· Radiasi dari radium dapat dipakai untuk pengobatan
kanker. Oleh karena radium-60 dapat mematikan sel kanker dan sel yang
sehat maka diperlukan teknik tertentu sehingga tempat di sekeliling kanker
mendapat radiasi seminimal mungkin.
· Radiasi gamma
dapat membunuh organisme hidup termasuk bakteri. Oleh karena itu, radiasi gamma
digunakan untuk sterilisasi alat-alat kedokteran.
· Sinar X
ü Sinar-X
lembut digunakan untuk mengambil gambar foto yang dikenal sebagai radiograf.
Sinar-X boleh menembusi badan manusia tetapi diserap oleh bahagian yang lebih
tumpat seperti tulang. Gambar foto sinar-X digunakan untuk mengesan kecacatan
tulang, mengesan tulang yang patah dan menyiasat keadaan organ-organ dalam
badan.
ü Sinar-X
keras digunakan untuk memusnahkan sel-sel kanser. Kaedah ini dikenal sebagai
radioterapi.
ü Sinar x dapat digunakan untuk melihat kondisi tulang,
gigi serta organ tubuh yang lain tanpa melakukun pembedahan langsung pada tubuh
pasien. Biasanya, masyarakat awam menyebutnya dengan sebutan ‘’FOTO RONTGEN’’.
·
Sinar Gamma
Sinar
gamma banyak dimanfaatkan dalam bidang kedokteran, diantaranya untuk mengobati
penyakit kanker dan mensterilkan peralatan rumah sakit.
2.4. Manfaat Zat Radioaktif Dibidang Kedokteran
Bidang Kedokteran
Penggunaan radioaktif untuk kesehatan sudah sangat banyak,
dan sudah berapa juta orang di dunia yang terselamatkan karena pemanfaatan
radioaktif ini. Sebagai contoh sinar X untuk penghancur tumor atau untuk foto
tulang. Berdasarkan radiasinya:
1) Sterilisasi radiasi.
Radiasi dalam dosis tertentu dapat mematikan mikroorganisme sehingga dapat digunakan untuk sterilisasi alat-alat kedokteran. Steritisasi dengan cara radiasi mempunyai beberapa keunggulan jika dibandingkan dengan sterilisasi konvensional (menggunakan bahan kimia), yaitu:
a) Sterilisasi radiasi lebih sempurna dalam mematikan mikroorganisme.
b) Sterilisasi radiasi tidak meninggalkan residu bahan kimia.
c) Karena dikemas dulu baru disetrilkan maka alat tersebut tidak mungkin tercemar bakteri lagi sampai kemasan terbuka. Berbeda dengan cara konvensional, yaitu disterilkan dulu baru dikemas, maka dalam proses pengemasan masih ada kemungkinan terkena bibit penyakit.
Radiasi dalam dosis tertentu dapat mematikan mikroorganisme sehingga dapat digunakan untuk sterilisasi alat-alat kedokteran. Steritisasi dengan cara radiasi mempunyai beberapa keunggulan jika dibandingkan dengan sterilisasi konvensional (menggunakan bahan kimia), yaitu:
a) Sterilisasi radiasi lebih sempurna dalam mematikan mikroorganisme.
b) Sterilisasi radiasi tidak meninggalkan residu bahan kimia.
c) Karena dikemas dulu baru disetrilkan maka alat tersebut tidak mungkin tercemar bakteri lagi sampai kemasan terbuka. Berbeda dengan cara konvensional, yaitu disterilkan dulu baru dikemas, maka dalam proses pengemasan masih ada kemungkinan terkena bibit penyakit.
2) Terapi tumor atau kanker.
Berbagai jenis tumor atau kanker dapat diterapi dengan radiasi. Sebenarnya, baik sel normal maupun sel kanker dapat dirusak oleh radiasi tetapi sel kanker atau tumor ternyata lebih sensitif (lebih mudah rusak). Oleh karena itu, sel kanker atau tumor dapat dimatikan dengan mengarahkan radiasi secara tepat pada sel-sel kanker tersebut.
Berbagai jenis tumor atau kanker dapat diterapi dengan radiasi. Sebenarnya, baik sel normal maupun sel kanker dapat dirusak oleh radiasi tetapi sel kanker atau tumor ternyata lebih sensitif (lebih mudah rusak). Oleh karena itu, sel kanker atau tumor dapat dimatikan dengan mengarahkan radiasi secara tepat pada sel-sel kanker tersebut.
3) Penentuan Kerapatan Tulang Dengan Bone Densitometer
Pengukuran kerapatan tulang dilakukan dengan cara menyinari tulang dengan radiasi gamma atau sinar-X. Berdasarkan banyaknya radiasi gamma atau sinar-X yang diserap oleh tulang yang diperiksa maka dapat ditentukan konsentrasi mineral kalsium dalam tulang. Perhitungan dilakukan oleh komputer yang dipasang pada alat bone densitometer tersebut. Teknik ini bermanfaat untuk membantu mendiagnosiskekeroposan tulang (osteoporosis) yang sering menyerang wanita pada usia menopause (matihaid).
Pengukuran kerapatan tulang dilakukan dengan cara menyinari tulang dengan radiasi gamma atau sinar-X. Berdasarkan banyaknya radiasi gamma atau sinar-X yang diserap oleh tulang yang diperiksa maka dapat ditentukan konsentrasi mineral kalsium dalam tulang. Perhitungan dilakukan oleh komputer yang dipasang pada alat bone densitometer tersebut. Teknik ini bermanfaat untuk membantu mendiagnosiskekeroposan tulang (osteoporosis) yang sering menyerang wanita pada usia menopause (matihaid).
4) Teknik Pengaktivan Neutron
Penggunaan radioaktif dalam bidang kedokteran terutama
untuk pendeteksian jenis kelainan di dalam tubuh dan untuk penyembuhan kanker
yang sangat sukar dioperasi menggunakan metode lama. Prinsip radioaktif ini
juga dimanfaatkan untuk pengetesan kualitas bahan di dalam suatu industri yang
dapat dipergunakan dengan mudah dan dengan ketelitian yang tinggi. Radioisotop
yang digunakan dalam bidang kedokteran dapat berupa sumber terbuka (unsealed
source) dan sumber tertup (sealed source). Ketika radioisotop tersebut tidak
dapat dipergunakan lagi, maka sumber radioaktif bekas tersebut sudah menjadi limbah radioaktif.
Dalam bidang kedokteran, radiografi digunakan untuk mengetahui bagian dalam dari organ tubuh seperti tulang, paru-paru dan jantung. Dalam radiografi dengan menggunakan film sinar-x, maka obyek yang diamati sering tertutup oleh jaringan struktur lainnya, sehingga didapatkan pola gambar bayangan yang didominasi oleh struktur jaringan yang tidak diinginkan. Hal ini akan membingungkan para dokter untuk mendiagnosa organ tubuh tersebut. Untuk mengatasi hal ini maka dikembangkan teknologi yang lebih canggih yaitu CT-Scanner.
Radioisotop Teknesium-99m (Tc-99m) merupakan radioisotop primadona yang mendekati ideal untuk mencari jejak di dalam tubuh. Hal ini dikarenakan radioisotop ini memiliki waktu paruh yang pendek sekitar 6 jam sehingga intensitas radiasi yang dipancarkannya berkurang secara cepat setelah selesai digunakan. Radioisotop ini merupakan pemancar gamma murni dari jenis peluruhan electron capture dan tidak memancarkan radiasi partikel bermuatan sehingga dampak terhadap tubuh sangat kecil. Selain itu, radioisotop ini mudah diperoleh dalam bentuk carrier free (bebas pengemban) dari radioisotop molibdenum-99 (Mo-99) dan dapat membentuk ikatan dengan senyawa-senyawa organik. Radioisotop ini dimasukkan ke dalam tubuh setelah diikatkan dengan senyawa tertentu melalui reaksi penandaan (labelling).
Di dalam tubuh, radioisotop ini akan bergerak bersama-sama dengan senyawa yang ditumpanginya sesuai dengan dinamika senyawa tersebut di dalam tubuh. Dengan demikian, keberadaan dan distribusi senyawa tersebut di dalam tubuh yang mencerminkan beberapa fungsi organ dan metabolisme tubuh dapat dengan mudah diketahui dari hasil pencitraan. Pencitraan dapat dilakukan menggunakan kamera gamma. Radioisotop ini dapat pula digunakan untuk mencari jejak terjadinya infeksi bakteri, misalnya bakteri tuberkolose, di dalam tubuh dengan memanfaatkan terjadinya reaksi spesifik yang disebabkan oleh infeksi bakteri. Terjadinya reaksi spesifik tersebut dapat diketahui menggunakan senyawa tertentu, misalnya antibodi, yang bereaksi secara spesifik di tempat terjadinya infeksi. Beberapa saat yang lalu di Pusat Radioisotop dan Radiofarmaka (PRR) BATAN telah berhasil disintesa radiofarmaka bertanda teknesium-99m untuk mendeteksi infeksi di dalam tubuh. Produk hasil litbang ini saat ini sedang direncanakan memasuki tahap uji klinis.
Dalam bidang kedokteran, radiografi digunakan untuk mengetahui bagian dalam dari organ tubuh seperti tulang, paru-paru dan jantung. Dalam radiografi dengan menggunakan film sinar-x, maka obyek yang diamati sering tertutup oleh jaringan struktur lainnya, sehingga didapatkan pola gambar bayangan yang didominasi oleh struktur jaringan yang tidak diinginkan. Hal ini akan membingungkan para dokter untuk mendiagnosa organ tubuh tersebut. Untuk mengatasi hal ini maka dikembangkan teknologi yang lebih canggih yaitu CT-Scanner.
Radioisotop Teknesium-99m (Tc-99m) merupakan radioisotop primadona yang mendekati ideal untuk mencari jejak di dalam tubuh. Hal ini dikarenakan radioisotop ini memiliki waktu paruh yang pendek sekitar 6 jam sehingga intensitas radiasi yang dipancarkannya berkurang secara cepat setelah selesai digunakan. Radioisotop ini merupakan pemancar gamma murni dari jenis peluruhan electron capture dan tidak memancarkan radiasi partikel bermuatan sehingga dampak terhadap tubuh sangat kecil. Selain itu, radioisotop ini mudah diperoleh dalam bentuk carrier free (bebas pengemban) dari radioisotop molibdenum-99 (Mo-99) dan dapat membentuk ikatan dengan senyawa-senyawa organik. Radioisotop ini dimasukkan ke dalam tubuh setelah diikatkan dengan senyawa tertentu melalui reaksi penandaan (labelling).
Di dalam tubuh, radioisotop ini akan bergerak bersama-sama dengan senyawa yang ditumpanginya sesuai dengan dinamika senyawa tersebut di dalam tubuh. Dengan demikian, keberadaan dan distribusi senyawa tersebut di dalam tubuh yang mencerminkan beberapa fungsi organ dan metabolisme tubuh dapat dengan mudah diketahui dari hasil pencitraan. Pencitraan dapat dilakukan menggunakan kamera gamma. Radioisotop ini dapat pula digunakan untuk mencari jejak terjadinya infeksi bakteri, misalnya bakteri tuberkolose, di dalam tubuh dengan memanfaatkan terjadinya reaksi spesifik yang disebabkan oleh infeksi bakteri. Terjadinya reaksi spesifik tersebut dapat diketahui menggunakan senyawa tertentu, misalnya antibodi, yang bereaksi secara spesifik di tempat terjadinya infeksi. Beberapa saat yang lalu di Pusat Radioisotop dan Radiofarmaka (PRR) BATAN telah berhasil disintesa radiofarmaka bertanda teknesium-99m untuk mendeteksi infeksi di dalam tubuh. Produk hasil litbang ini saat ini sedang direncanakan memasuki tahap uji klinis.
Dalam bidang kesehatan radioisotop digunakan sebagai perunut
(tracer) untuk mendeteksi kerusakan yang terjadi pada suatu organ tubuh. Selain
itu radiasi dari radioisotop tertentu dapat digunakan untuk membunuh sel-sel
kanker sehingga tidak perlu dilakukan
pembedahan untuk mengangkat jaringan sel kanker tersebut. Berikut ini adalah contoh beberapa radioisotop yang dapat digunakan dalam bidang kesehatan.
2.4. Keuntungan Penggunaan Radioisotop
Keunggulan kedokteran nuklir terletak pada kemampuannya
mendeteksi bahan bahan yang ditandai dengan perunut radioaktif. Bahan – bahan
tersebut yang dikenal dengan istilah radiofarmaka, dimasukkan ke dalam tubuh
melalui inhalasi, intravena, mulut. Setelah berada di dalam tubuh, dapat
diikuti nasibnya di dalam organ atau jaringan menggunakan detektor pemancar
gamma yang ditempatkan di luar tubuh. Dapat pula dilakukan analisis kandungan
radiofarmaka dalam cuplikan darah, urine, feses, atau udara yang dihembuskan
melalui pernafasan, bahkan dalam jaringan. Melalui teknik pencitraan dapat
dipantau distribusi radioaktivitas di organ atau bagian tubuh sebagai fungsi
waktu.
Pemeriksaan kedokteran nuklir banyak
membantu dalam menunjang diagnosis berbagai penyakit seperti penyakit jantung
koroner, penyakit kelenjar gondok, gangguan fungsi ginjal, menentukan tahapan
penyakit kanker dengan mendeteksi penyebarannya pada tulang, mendeteksi
pendarahan pada saluran pencernaan makanan dan menentukan lokasinya, serta
masih banyak lagi yang dapat diperoleh dari diagnosis dengan penerapan
teknologi nuklir yang pada saat ini berkembang pesat.
2.5.
Bahaya Penggunaan Radioisotop Dalam Bidang Kedokteran
Radiasi
yang dipancarkan oleh unsur radioaktif dapat menyebabkan beberapa kerusakan
pada organ tubuh manusia, misalnya :
1. Kerusakan karena efek somatik
Efek somatik akibatnya akan tampak dalam kurun waktu yang relatif dekat. Yang termasuk di dalamnya antara lain kerusakan pada sistem saraf, sistem pencernaan, sumsum tulang/sel-sel darah, organ reproduksi, kelenjar thyroid, mata, paru-paru, dan ginjal.
Efek somatik akibatnya akan tampak dalam kurun waktu yang relatif dekat. Yang termasuk di dalamnya antara lain kerusakan pada sistem saraf, sistem pencernaan, sumsum tulang/sel-sel darah, organ reproduksi, kelenjar thyroid, mata, paru-paru, dan ginjal.
2. Kerusakan karena efek tertunda
Efek tertunda, atau sering disebut dengan efek stokastik, memerlukan waktu yang lama untuk dapat diketahui akibatnya. Karena tenggang waktu yang lama, maka tidak mudah untuk menentukan apakah kelainan yang terjadi pada organ tubuh tersebut merupakan akibat dari radiasi atau karena sebab lainnya.
Efek tertunda, atau sering disebut dengan efek stokastik, memerlukan waktu yang lama untuk dapat diketahui akibatnya. Karena tenggang waktu yang lama, maka tidak mudah untuk menentukan apakah kelainan yang terjadi pada organ tubuh tersebut merupakan akibat dari radiasi atau karena sebab lainnya.
Beberapa bentuk efek tertunda akibat radiasi antara lain neoplasma (perubahan bentuk atau perubahan pertumbuhan sel karena radiasi), katarak yang dipengaruhi pula oleh faktor usia dan dosis radiasi, kemandulan, baik kemandulan permanen maupun kemandulan parsial, berkurangnya usia harapan hidup, dan hambatan pada pertumbuhan (besarnya hambatan dipengaruhi oleh faktor umur janin dan dosis radiasi yang diterima).
3. Kerusakan karena efek genetik
Efek genetik disebut juga dengan heredity effects. Efek radiasi, khususnya radiasi nuklir, menyebabkan terjadinya mutasi gen. Hal ini sesuai teori yang mengatakan bahwa kromosom dalam sel memang dapat berubah atau mengalami mutasi.
BAB III
PENUTUP
3.1.
Kesimpulan
1. Radioisotop adalah isotop dari
zat radioaktif mampu memancarkan radiasi radionuklida dapat terjadi secara
alamiah atau sengaja di buat oleh manuisa dalam reactor penelitian.
2. Berdasarkan
sumbernya, radionuklida alam secara garis besar dapat dibagi dalam dua jenis.
Yang pertama adalah radionuklida primordial, yang ada di kerak bumi sejak
terbentuknya alam semesta, dan yang kedua adalah radionuklida kosmogenik yang
terjadi akibat interaksi antara radiasi kosmik dengan udara.
3. Penggunaan isotop radioaktif dalam
biologi dan kedokteran telah dimulai pada tahun 1901 oleh Henri DANLOS yang
menggunakan radium untuk pengobatan penyakit tuberculosis pada kulit.
4. I-131 Terapi penyembuhan kanker Tiroid,
mendeteksi kerusakan pada kelenjar gondok, hati dan otak, Pu 238 energi listrik dari alat pacu jantung, Tc99 & Ti 201 Mendeteksi kerusakan jantung, Na-24 Mendeteksi gangguan peredaran darah, Xe-133 Mendeteksi Penyakit paru-paru,
P-32 digunakan untuk pengobatan penyakit polycythemia rubavera.
5. Keunggulan kedokteran nuklir
terletak pada kemampuannya mendeteksi bahan bahan yang ditandai dengan perunut
radioaktif. Bahan – bahan tersebut yang dikenal dengan istilah radiofarmaka,
dimasukkan ke dalam tubuh melalui inhalasi, intravena, mulut.
6. Bahaya Penggunaan Radioisotop DalamBidang Kedokteran yaitu Kerusakan karena efek somatik, Kerusakan karena efek tertunda, Kerusakan karena efek genetic.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar