Senin, 12 Mei 2014

Manfaat Radioisotop Dalam Bidang kedokteran

BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Defeninsi Radionuklida
Radionuklida atau radioisotop adalah isotop dari zat radioaktif. Radioisotop adalah isotop dari zat radioaktif mampu memancarkan radiasi radionuklida dapat terjadi secara alamiah atau sengaja di buat oleh manuisa dalam reactor penelitian, produksi radionuklida dengan proses aktivitas dilakukan dengan cara menembaki isotop stabil dengan neutron di dalam sedangkan bahan yang disinari disebut target atau sasaran neutron yang di tembakkan akan masuk ke dalam inti atom target sehingga jumlah neutron dalam inti target bertambah ,peristiwa ini  dapat mengakibatkan ketidaksetabilan inti atom sehingga berubah sifat menjadi radiaktif.
      Radionuklida mampu memancarkan radiasi. Radionuklida dapat terjadi secara alamiah atau sengaja dibuat oleh manusia dalam reaktor penelitian. Produksi radionuklida dengan proses aktivasi dilakukan dengan cara menembaki isotop stabil dengan neutron di dalam teras reaktor. Radionuklida terdiri atas 2 jenis:

1.2. Jenis Radionuklida
1.2.1.      Radionuklida Alami
            Berdasarkan sumbernya, radionuklida alam secara garis besar dapat dibagi dalam dua jenis. Yang pertama adalah radionuklida primordial, yang ada di kerak bumi sejak terbentuknya alam semesta, dan yang kedua adalah radionuklida kosmogenik yang terjadi akibat interaksi antara radiasi kosmik dengan udara. Selain dua jenis tersebut, terdapat radionuklida yang muncul karena peluruhan spontan nuklida dapat belah atau karena reaksi inti tangkapan neutron dari radiasi kosmik, dan ada juga radionuklida punah yang sekarang tidak ada lagi karena umur paruhnya yang pendek, tetapi karena secara kuantitas sangat sedikit maka dapat diabaikan.
 a. Radionuklida Primordial
Di dalam radionuklida primordial terdapat radionuklida yang membentuk deret radionuklida maupun yang tidak membentuk deret. Di antara radionuklida yang tidak membentuk deret terdapat kalium-40 (K-40) dengan umur paro 1,27 milyar tahun, rubidium-87 (Rb-87) dengan umur paruh 47,5 milyar tahun dan sekitar 10 nuklida lain yang memiliki umur paruh lebih dari 10 milyar tahun. Dari radionuklida tersebut, yang merupakan sumber radiasi alam yang patut diperhitungkan hanyalah K-40 dan Rb-87. Radionuklida alam yang membentuk deret adalah nuklida deret thorium dengan induk thorium-232 (Th- 232) dengan umur paro 14 milyar tahun, radionuklida deret actinium dengan induk uranium-238 (U-238) dengan umur paro 700 juta tahun. Nomor massa deret-deret tersebut dapat dinyatakan masing-masing dengan 4n, 4n+2, 4n-3 (n adalah bilangan bulat). Deret neptunium yang dinyatakan dengan 4n+1 dengan induk neptunium-237 (Np-237) dengan umur paro 2,14 juta tahun, saat ini tidak ada lagi di alam karena umur paronya yang pendek.

  b. Nuklida Kosmogenik
Terdapat berbagai nuklida yang termasuk nuklida kosmogenik, yang utama antara lain tritium (H-3), berilium-7 (Be-7), carbon-14 (C-14), dan natrium-22 (Na-22). Selain itu terdapat juga berilium-10 (Be-10, umur paro 2,5 juta tahun), silikon-32 (Si-32, umur paro 500 tahun), phospor-32 (P-32;umur paro 14,3 hari), phospor-33 (P-33, umur paro 25 hari), sulfur-35 (S-35, umur paro 87 hari); dan chlor-36 (Cl-36; umur paro 310 ribu tahun).


1.2.2.      Radionuklida buatan

Radionuklida buatan adalah radionuklida yang terbentuk karena dibuat oleh manusia.Radionuklida buatan dihasilkan dari pemanfaatan energi nuklir untuk tujuan damai maupun militer. Di bawah ini akan dibahas jumlah radionuklida akibat pembangkitan listrik tenaga nuklir maupun percobaan nuklir. Radionuklida buatan dapat dikelompokkan menjadi radionuklida yang muncul karena pembangkitan listrik tenaga nuklir, radionuklida yang diproduksi untuk kedokteran, industri, ataupun radionuklida yang muncul akibat percobaan nuklir. Bahan radioaktif adalah bahan yang memancarkan radiasi a, b, g atau neutron. Pada tabel susunan berkala, dapat dilihat unsur yang memancarkan radiasi yang disebut unsur radioaktif, ataupun yang tidak memancarkan radiasi yang disebut unsur stabil. Sebagai contoh, yodium dengan nomor massa 129 atau 131 sampai 135 adalah unsur radioaktif. Unsur radioaktif disebut juga radionuklida. Di bawah ini akan ditunjukkan jumlah radioisotop alam dan buatan, dan kemudian akan ditunjukkan juga dosis yang diterima manusia dari radionuklida.



BAB II
ISI

2.1. Sejarah Perkembangan Radioisotop Dalam Bidang Kedokteran
Penggunaan isotop radioaktif dalam biologi dan kedokteran sebenarnya telah dimulai pada tahun 1901 oleh Henri DANLOS yang menggunakan radium untuk pengobatan penyakit tuberculosis pada kulit, namun penerapan teknik perunut dengan menggunakan radioisotop dalam biologi dan kedokteran dipelopori oleh George de HEVESY pada tahun 1920an, waktu itu digunakan radioisotop alamiah. Dalam perkembangan selanjutnya digunakan radioisotop buatan.  sehingga pada tahun 1943 George Hevesy mendapat hadiah Nobel  di bidang Kimia. Radionuklida pertama yang digunakan secara  luas dalam kedokteran nuklir adalah I-131, yang ditemukan oleh  Glenn Seaborg pada tahun 1937.
Pertama kali I-131 digunakan  sebagai indikator fungsi kelenjar tiroid dengan jalan mendeteksi  sinar yang diemisikan, dengan pencacah Geiger yang ditempatkan di dekat kelenjar tiroid. Diikuti dengan pemakaiannya untuk pengobatan hipertiroid pada tahun 1940. Penemuan Seaborg berikutnya yaitu radionuklida Tc-99m dan Co-60, yang merupakan tonggak sejarah di bidang Kedokteran Nuklir. Berkat jasanya tersebut, Seaborg mendapat hadiah Nobel untuk bidang Kimia pada tahun 1951. Pada periode berikutnya, kedokteran nuklir berkembang pesat setelah ditemukan kamera gamma oleh Hal Anger pada tahun 1958. Alat tersebut mampu mendeteksi distribusi foton yang dipancarkan dari dalam tubuh, yang dapat menggambarkan fungsi suatu organ. Metode ini disebut imaging nuklir, yang digunakan untuk diagnosis in vivo.

2.2. Perkembangan Radioisotop Di Indonesia
 Aplikasi teknik nuklir dalam bidang kedokteran di Indonesia telah dilakukan sejak akhir 1960an, yaitu setelah reaktor atom Indonesia yang pertama mulai beroperasi di Bandung. Beberapa tenaga ahli Indonesia dibantu oleh ahli dari luar negeri mulai merintis pendirian suatu unit kedokteran nuklir di Pusat Reaktor Atom Bandung (sekarang bernama Pusat Penelitian Teknik Nuklir). Pada masa-masa awal, berbagai kendala menghadang perkembangan kedokteran nuklir di Indonesia seperti misalnya langkanya tenaga ahli, masalah pengadaan radiofarmaka/radioisotop, biaya pemeriksaan yang dianggap mahal, belum dikenal oleh masyarakat luas. Berapa sebenarnya jumlah unit kedokteran nuklir yang dibutuhkan di suatu negara adalah sangat bervariasi tergantung tingkat kemajuan teknologinya, sosial ekonomi masyarakat di negara itu, prioritasnya di sektor kesehatan.
Kedokteran nuklir ini merupakan salah satu cabang ilmu kedokteran yang memanfaatkan materi radioaktif untuk menegakkan diagnosis dan mengobati penderita serta mempelajari penyakit manula. Bidang kedokteran nuklir laksana sebuah segitiga dengan radiofarmaka, instrument, dan masalah biomedik sebagai sisi-sisinya, serta penderita ditengahnya. Kedokteran nuklir menggunakan sumber radiasi terbuka berasal dari disintegrasi inti radionuklida buatan untuk mempelajari perubahan fisiologi, anatomi, dan biokimia, sehingga dapat digunakan untuk tujuan diagnostik, terapi, dan penelitian kedokteran. Dalam bidang kedokteran, radiasi pengion digunakan untuk diagnosis dan pengobatan (terapi). Pemakaian sinar-X untuk memeriksa pasien disebut radiologi diagnostik, jika radiasi digunakan untuk mengobati pasien, prosedurnya disebut radioterapi, sedang pemakaian obat-obatan yang mengandung bahan radioaktif, baik untuk keperluan diagnosis maupun terapi, disebut kedokteran nuklir. Dosis efektif rata-rata yang berasal dari bidang kedokteran ini sekitar 0,4 mSv (40 mrem) per tahun.

2.3. Jenis-jenis radioisotop dalam bidang kedokteran
·   Teknetum-99 (Tc-99) yang disuntikkan kedalam pembuluh darah akan akan diserap terutama oleh jaringan yang rusak pada organ tertentu, seperti jantung, hati dan paru-paru. Sebaliknya, TI-201 terutama akan diserap oleh jaringan sehat pada organ jantung. Oleh karena itu, kedua radioisotop itu digunakan bersama-sama untuk mendeteksi kerusakan jantung.
· Iodin-131(I-131)diserap terutama oleh kelenjar gondok, hati dan bagian-bagian tertentu dari otak.Oleh karena itu,I-131dapat digunakan untuk mendeteksi kerusakan pada kelenjar gondok, hati, dan untuk mendeteksi tumor otak.
·      Iodin-123 (I-123) adalah radioisotop lain dari Iodin. I-123 yang memancarkan sinar gamma yang digunakan untuk mendeteksi penyakit otak.
·       Natrium-24 (Na-24) digunakan untuk mendeteksi adanya gangguan peredaran darah. Larutan NaCl yang tersusun atas Na-24 dan Cl yang stabil disuntikkan ke dalam darah dan aliran darah dapat diikuti dengan mendeteksi sinar yang dipancarkan, sehingga dapat diketahui jika terjadi penyumbatan aliran darah.
·         Xenon-133 (Xe-133)digunakan untuk mendeteksi penyakit paru-paru.
·    Phospor-32 (P-32) digunakan untuk mendeteksi penyakit mata, tumor, dan lain-lain. Serta dapat pula mengobati penyakit polycythemia rubavera, yaitu pembentukan sel darah merah yang berlebihan. Dalam penggunaanya isotop P-32 disuntikkan ke dalam tubuh sehingga radiasinya yang memancarkan sinar beta dapat menghambat pembentujan sel darah merah pada sum-sum tulang belakang.
·         Sr-85 untuk mendeteksi penyakit pada tulang.
·         Se-75 untuk mendeteksi penyakit pankreas.
·         Kobalt-60 (Co-60) sumber radiasi gamma untuk terapi tumor dan kanker. Karena sel kanker lebih sensitif (lebih mudah rusak) terhadap radiasi radioisotop daripada sel normal, maka penggunakan radioisotop untuk membunuh sel kanker dengan mengatur arah dan dosis radiasi.
·       Kobalt-60 (Co-60) dan Skandium-137 (Cs-137), radiasinya digunakan untuk sterilisasi alat-alat medis.
·        Pu-238 energi listrik dari alat pacu jantung.
·        Fe-59 Mempelajari pembentukan sel darah merah.
·        Cr-51 Mendeteksi kerusakan limpa.
·        Ga-67 Memeriksa kerusakan getah bening.
·        C-14 Mendeteksi diabetes dan anemia.
·       Ferum-59 (Fe-59) dapat digunakan untuk mempelajari dan mengukur laju pembentukan sel darah merah dalam tubuh dan untuk menentukan apakah zat besi dalam makanan dapat digunakan dengan baik oleh tubuh.
·     Radiasi dari radium dapat dipakai untuk pengobatan kanker. Oleh karena radium-60 dapat mematikan sel kanker dan sel yang sehat maka diperlukan teknik tertentu sehingga tempat di sekeliling kanker mendapat radiasi seminimal mungkin.
·   Radiasi gamma dapat membunuh organisme hidup termasuk bakteri. Oleh karena itu, radiasi gamma digunakan untuk sterilisasi alat-alat kedokteran.
·       Sinar X
ü  Sinar-X lembut digunakan untuk mengambil gambar foto yang dikenal sebagai radiograf. Sinar-X boleh menembusi badan manusia tetapi diserap oleh bahagian yang lebih tumpat seperti tulang. Gambar foto sinar-X digunakan untuk mengesan kecacatan tulang, mengesan tulang yang patah dan menyiasat keadaan organ-organ dalam badan.
ü  Sinar-X keras digunakan untuk memusnahkan sel-sel kanser. Kaedah ini dikenal sebagai radioterapi.
ü  Sinar x dapat digunakan untuk melihat kondisi tulang, gigi serta organ tubuh yang lain tanpa melakukun pembedahan langsung pada tubuh pasien. Biasanya, masyarakat awam menyebutnya dengan sebutan ‘’FOTO RONTGEN’’.
·         Sinar Gamma
Sinar gamma banyak dimanfaatkan dalam bidang kedokteran, diantaranya untuk mengobati penyakit kanker dan mensterilkan peralatan rumah sakit.

2.4. Manfaat Zat Radioaktif Dibidang Kedokteran
Bidang Kedokteran
Penggunaan radioaktif untuk kesehatan sudah sangat banyak, dan sudah berapa juta orang di dunia yang terselamatkan karena pemanfaatan radioaktif ini. Sebagai contoh sinar X untuk penghancur tumor atau untuk foto tulang. Berdasarkan radiasinya:
1)      Sterilisasi radiasi.
Radiasi dalam dosis tertentu dapat mematikan mikroorganisme sehingga dapat digunakan untuk sterilisasi alat-alat kedokteran. Steritisasi dengan cara radiasi mempunyai beberapa keunggulan jika dibandingkan dengan sterilisasi konvensional (menggunakan bahan kimia), yaitu:
a) Sterilisasi radiasi lebih sempurna dalam mematikan mikroorganisme.
b) Sterilisasi radiasi tidak meninggalkan residu bahan kimia.
c) Karena dikemas dulu baru disetrilkan maka alat tersebut tidak mungkin tercemar bakteri lagi sampai kemasan terbuka. Berbeda dengan cara konvensional, yaitu disterilkan dulu baru dikemas, maka dalam proses pengemasan masih ada kemungkinan terkena bibit penyakit.
2)      Terapi tumor atau kanker.
Berbagai jenis tumor atau kanker dapat diterapi dengan radiasi. Sebenarnya, baik sel normal maupun sel kanker dapat dirusak oleh radiasi tetapi sel kanker atau tumor ternyata lebih sensitif (lebih mudah rusak). Oleh karena itu, sel kanker atau tumor dapat dimatikan dengan mengarahkan radiasi secara tepat pada sel-sel kanker tersebut.
3)      Penentuan Kerapatan Tulang Dengan Bone Densitometer
Pengukuran kerapatan tulang dilakukan dengan cara menyinari tulang dengan radiasi gamma atau sinar-X. Berdasarkan banyaknya radiasi gamma atau sinar-X yang diserap oleh tulang yang diperiksa maka dapat ditentukan konsentrasi mineral kalsium dalam tulang. Perhitungan dilakukan oleh komputer yang dipasang pada alat bone densitometer tersebut. Teknik ini bermanfaat untuk membantu mendiagnosiskekeroposan tulang (osteoporosis) yang sering menyerang wanita pada usia menopause (matihaid).
4)      Teknik Pengaktivan Neutron
Penggunaan radioaktif dalam bidang kedokteran terutama untuk pendeteksian jenis kelainan di dalam tubuh dan untuk penyembuhan kanker yang sangat sukar dioperasi menggunakan metode lama. Prinsip radioaktif ini juga dimanfaatkan untuk pengetesan kualitas bahan di dalam suatu industri yang dapat dipergunakan dengan mudah dan dengan ketelitian yang tinggi. Radioisotop yang digunakan dalam bidang kedokteran dapat berupa sumber terbuka (unsealed source) dan sumber tertup (sealed source). Ketika radioisotop tersebut tidak dapat dipergunakan lagi, maka sumber radioaktif bekas tersebut sudah menjadi limbah radioaktif.
            Dalam bidang kedokteran, radiografi digunakan untuk mengetahui bagian dalam dari organ tubuh seperti tulang, paru-paru dan jantung. Dalam radiografi dengan menggunakan film sinar-x, maka obyek yang diamati sering tertutup oleh jaringan struktur lainnya, sehingga didapatkan pola gambar bayangan yang didominasi oleh struktur jaringan yang tidak diinginkan. Hal ini akan membingungkan para dokter untuk mendiagnosa organ tubuh tersebut. Untuk mengatasi hal ini maka dikembangkan teknologi yang lebih canggih yaitu CT-Scanner.
            Radioisotop Teknesium-99m (Tc-99m) merupakan radioisotop primadona yang mendekati ideal untuk mencari jejak di dalam tubuh. Hal ini dikarenakan radioisotop ini memiliki waktu paruh yang pendek sekitar 6 jam sehingga intensitas radiasi yang dipancarkannya berkurang secara cepat setelah selesai digunakan. Radioisotop ini merupakan pemancar gamma murni dari jenis peluruhan electron capture dan tidak memancarkan radiasi partikel bermuatan sehingga dampak terhadap tubuh sangat kecil. Selain itu, radioisotop ini mudah diperoleh dalam bentuk carrier free (bebas pengemban) dari radioisotop molibdenum-99 (Mo-99) dan dapat membentuk ikatan dengan senyawa-senyawa organik. Radioisotop ini dimasukkan ke dalam tubuh setelah diikatkan dengan senyawa tertentu melalui reaksi penandaan (labelling).
            Di dalam tubuh, radioisotop ini akan bergerak bersama-sama dengan senyawa yang ditumpanginya sesuai dengan dinamika senyawa tersebut di dalam tubuh. Dengan demikian, keberadaan dan distribusi senyawa tersebut di dalam tubuh yang mencerminkan beberapa fungsi organ dan metabolisme tubuh dapat dengan mudah diketahui dari hasil pencitraan. Pencitraan dapat dilakukan menggunakan kamera gamma. Radioisotop ini dapat pula digunakan untuk mencari jejak terjadinya infeksi bakteri, misalnya bakteri tuberkolose, di dalam tubuh dengan memanfaatkan terjadinya reaksi spesifik yang disebabkan oleh infeksi bakteri. Terjadinya reaksi spesifik tersebut dapat diketahui menggunakan senyawa tertentu, misalnya antibodi, yang bereaksi secara spesifik di tempat terjadinya infeksi. Beberapa saat yang lalu di Pusat Radioisotop dan Radiofarmaka (PRR) BATAN telah berhasil disintesa radiofarmaka bertanda teknesium-99m untuk mendeteksi infeksi di dalam tubuh. Produk hasil litbang ini saat ini sedang direncanakan memasuki tahap uji klinis.
Dalam bidang kesehatan radioisotop digunakan sebagai perunut (tracer) untuk mendeteksi kerusakan yang terjadi pada suatu organ tubuh. Selain itu radiasi dari radioisotop tertentu dapat digunakan untuk membunuh sel-sel kanker sehingga tidak perlu dilakukan pembedahan untuk mengangkat jaringan sel kanker tersebut. Berikut ini adalah contoh beberapa radioisotop yang  dapat digunakan dalam bidang kesehatan.

2.4. Keuntungan Penggunaan Radioisotop
            Keunggulan kedokteran nuklir terletak pada kemampuannya mendeteksi bahan bahan yang ditandai dengan perunut radioaktif. Bahan – bahan tersebut yang dikenal dengan istilah radiofarmaka, dimasukkan ke dalam tubuh melalui inhalasi, intravena, mulut. Setelah berada di dalam tubuh, dapat diikuti nasibnya di dalam organ atau jaringan menggunakan detektor pemancar gamma yang ditempatkan di luar tubuh. Dapat pula dilakukan analisis kandungan radiofarmaka dalam cuplikan darah, urine, feses, atau udara yang dihembuskan melalui pernafasan, bahkan dalam jaringan. Melalui teknik pencitraan dapat dipantau distribusi radioaktivitas di organ atau bagian tubuh sebagai fungsi waktu.
Pemeriksaan kedokteran nuklir banyak membantu dalam menunjang diagnosis berbagai penyakit seperti penyakit jantung koroner, penyakit kelenjar gondok, gangguan fungsi ginjal, menentukan tahapan penyakit kanker dengan mendeteksi penyebarannya pada tulang, mendeteksi pendarahan pada saluran pencernaan makanan dan menentukan lokasinya, serta masih banyak lagi yang dapat diperoleh dari diagnosis dengan penerapan teknologi nuklir yang pada saat ini berkembang pesat.

2.5. Bahaya Penggunaan Radioisotop Dalam Bidang Kedokteran
            Radiasi yang dipancarkan oleh unsur radioaktif dapat menyebabkan beberapa kerusakan pada organ tubuh manusia, misalnya :
1.   Kerusakan karena efek somatik
      Efek somatik akibatnya akan tampak dalam kurun waktu yang relatif dekat. Yang termasuk di dalamnya antara lain kerusakan pada sistem saraf, sistem pencernaan, sumsum tulang/sel-sel darah, organ reproduksi, kelenjar thyroid, mata, paru-paru, dan ginjal.
2.   Kerusakan karena efek tertunda
       Efek tertunda, atau sering disebut dengan efek stokastik, memerlukan waktu yang lama untuk dapat diketahui akibatnya. Karena tenggang waktu yang lama, maka tidak mudah untuk menentukan apakah kelainan yang terjadi pada organ tubuh tersebut merupakan akibat dari radiasi atau karena sebab lainnya.

Beberapa bentuk efek tertunda akibat radiasi antara lain neoplasma (perubahan bentuk atau perubahan pertumbuhan sel karena radiasi), katarak yang dipengaruhi pula oleh faktor usia dan dosis radiasi, kemandulan, baik kemandulan permanen maupun kemandulan parsial, berkurangnya usia harapan hidup, dan hambatan pada pertumbuhan (besarnya hambatan dipengaruhi oleh faktor umur janin dan dosis radiasi yang diterima).

3.   Kerusakan karena efek genetik
      Efek genetik disebut juga dengan heredity effects. Efek radiasi, khususnya radiasi nuklir, menyebabkan terjadinya mutasi gen. Hal ini sesuai teori yang mengatakan bahwa kromosom dalam sel memang dapat berubah atau mengalami mutasi.



BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan

1.   Radioisotop adalah isotop dari zat radioaktif mampu memancarkan radiasi radionuklida dapat terjadi secara alamiah atau sengaja di buat oleh manuisa dalam reactor penelitian.

2.  Berdasarkan sumbernya, radionuklida alam secara garis besar dapat dibagi dalam dua jenis. Yang pertama adalah radionuklida primordial, yang ada di kerak bumi sejak terbentuknya alam semesta, dan yang kedua adalah radionuklida kosmogenik yang terjadi akibat interaksi antara radiasi kosmik dengan udara.

3.    Penggunaan isotop radioaktif dalam biologi dan kedokteran telah dimulai pada tahun 1901 oleh Henri DANLOS yang menggunakan radium untuk pengobatan penyakit tuberculosis pada kulit.

4. I-131 Terapi penyembuhan kanker Tiroid, mendeteksi kerusakan pada kelenjar gondok, hati dan otak, Pu 238 energi listrik dari alat pacu jantung, Tc99 & Ti 201 Mendeteksi kerusakan jantung, Na-24 Mendeteksi gangguan peredaran darah, Xe-133 Mendeteksi Penyakit paru-paru, P-32 digunakan untuk pengobatan penyakit polycythemia rubavera.

5.   Keunggulan kedokteran nuklir terletak pada kemampuannya mendeteksi bahan bahan yang ditandai dengan perunut radioaktif. Bahan – bahan tersebut yang dikenal dengan istilah radiofarmaka, dimasukkan ke dalam tubuh melalui inhalasi, intravena, mulut.

6.     Bahaya Penggunaan Radioisotop DalamBidang Kedokteran yaitu Kerusakan karena efek somatik,  Kerusakan karena efek tertunda, Kerusakan karena efek genetic.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar